7/7/19

Air Terjun Semirang: Belajar Sabar hingga Bertemu Pelangi

July 07, 2019 0

 


Ungaran, kota yang aku pilih kali ini untuk melihat keindahan alam. Dan tujuanku adalah Air Terjun Semirang. Lokasinya berada di Desa Gogik, Ungaran, Kabupaten Semarang. Air terjun ini memiliki keindahan alam yang seperti hutan dan memiliki ketinggian ± 45 meter.


Perjalanan kali ini, aku ditemani oleh kakak perempuanku, sebut saja Arina. Kami berangkat dari rumah sekitar jam 7 pagi dan menempuh perjalanan sekitar 1 jam menggunakan motor.


Dulu, kami sekeluarga beberapa kali mengisi liburan dengan berkunjung ke air terjun ini. Tapi udah lama banget sih nggak ke Semirang lagi. Maka dari itu, aku sama Arina pengin nostalgia sembari melepaskan penat.


Dengan mengandalkan google maps, kami berhasil sampai di gerbang masuk Semirang. Setelah membayar tiket masuk, kami segera memulai melakukan perjalanan menuju ke air terjun tersebut. Perjalanan sangat menyenangkan, kami ditemani oleh sejuknya suasana hutan dan suara aliran sungai. Rasa capek berjalan naik turun seakan tidak terasa. Apalagi, belum ada satupun orang di sana sehingga menambah suasana sunyi, damai, dan menenangkan.


Tapi yang membuat kami sangat kesal dan geram adalah sampah yang ada di mana-mana. Plis deh, perjalanan yang harusnya menyenangkan dibuat kesal dengan adanya SAMPAH. Tapi nggak heran juga sih sebenarnya, tempat wisata di Indonesia yang berkurang kharismanya gara-gara sampah. Aku kesel aja sih, aku yang selalu nyimpen sampahku sendiri di dalam tas sampai tas jadi bau. Ehh, ini malah disuguhi pemandangan sampah di mana-mana.


Dengan ditemani sampah, kami akhirnya sampai di tempat tujuan setelah berjalan kaki sekitar 1,5 km. Jauh ya hehe. Sayangnya kami tidak sempat menghitung durasi perjalanan.


Kami memutuskan istirahat sebentar di sekitar air terjun. Namun, tak lama kemudian beberapa pengunjung lain berdatangan.


Kami pun pindah ke satu-satunya warung yang buka pada saat itu, membeli beberapa camilan. Namun, kami dibuat kesal lagi dan lagi. Kali ini bersumber dari sikap ibu pemilik warung. Beliau sangat judes dan malah mengusir kami karena kami kelamaan di warungnya. Kami kan beli dan bayar tapi kok diperlakukan seperti itu. Apa boleh buat, kami akhirnya pergi dan beralih ke air terjun.


Matahari pada siang itu sedang panas-panasnya, sehingga kami lebih senang berteduh di bawah pohon dan memandangi air terjun dari kejauhan. Tapi pada akhirnya kami mencoba mendekati air terjun untuk mengisi air minum dan berfoto ria.


Betapa terkejutnya kami melihat sebuah pelangi yang berada tak jauh dari kami berfoto. Kami pun kegirangan dan mendekatinya untuk mengambil gambar. Cekrek.



Setelah puas berfoto dan bermain-main air, kami pun memutuskan untuk beranjak dari tempat indah tersebut.


Walaupun terdapat kekesalan dalam perjalanan kali ini, aku tetap menikmati dan cukup puas dengan keindahan tempat wisata ini.


Jangan tinggalkan apapun selain jejak, jangan bunuh apapun selain waktu, dan jangan ambil apapun selain gambar.

 

Itulah pesan yang tepat untuk perjalanan kali ini, quotes yang sudah tidak asing lagi terutama buat traveler dan pendaki.


Setelah dari Air Terjun Semirang, aku dan kakakku berlanjut untuk mendatangi destinasi wisata lainnya. Ke mana kira-kira?

7/1/19

Merbabu, Suhu Beku

July 01, 2019 0


Gunung Merbabu merupakan gunung berapi yang terletak di tiga kabupaten. Di lereng sisi sebelah barat berada di wilayah Kabupaten Magelang, sementara di lereng sebelah timur berada di wilayah Kabupaten Boyolali, dan lereng sebelah utara berada di wilayah Kabupaten Semarang.

Gunung dengan ketinggian mencapai 3.145 Mdpl ini menyimpan pesona wisata alam yang menakjubkan sehingga menjadi salah satu tujuan favorit untuk aktivitas pendakian.

Ada 3 puncak utama yang bisa dijelajahi di Gunung Merbabu, yaitu Puncak Trianggulasi, Puncak Kentengsongo, dan Puncak Syarif. Juga ada 3 jalur pendakian utama yang bisa digunakan untuk mencapai puncak Gunung Merbabu, yaitu melalui Selo, Cunthel, dan Wekas.

Kali ini, aku memutuskan untuk melalui jalur Selo. Alasanku memilih jalur ini, karena kita bisa menyaksikan padang rumput (sabana) yang dipenuhi oleh bunga Edelweis yang sangat indah.

Merbabu merupakan gunung 3000+ mdpl pertamaku. Parahnya, aku kurang persiapan dalam pendakian ini, bukan hanya persiapan fisik saja tapi juga alat-alat pribadi. Mungin mental juga. Jangan ditiru ya hehe. Tapi syukurnya aja pendakian kali ini berjalan dengan lancar.

Tanggal 24 Juni 2019, aku bersama dengan 10 teman berangkat dari Salatiga pukul 07.00 WIB. Sedangkan perjalanan menuju basecamp membutuhkan waktu sekitar 1 jam 30 menit. Sebenarnya itu melenceng dari jadwal kami, tapi kami santai dan tidak terlalu buru-buru mengejar waktu. Pada akhirnya, kami memulai pendakian pada pukul 11.00 WIB karena ada sedikit masalah pada saat registrasi.

Awal pendakian masih santai, masih bisa haha hihi sana sini. Tetapi tak lama kemudian, muka berubah pucat, kaki pegal, bahu juga pegal bawa carrier. Karena tidak mempersiapkan fisik sebelumnya, alhasil aku sering kecapaian dan sulit mengendalikan nafas, ditambah lagi dengan medan perjalanan yang cukup mengerikan. Ingin rasanya berhenti tapi tehalang gengsi. Waktu itu yang dipikiranku cuma memberi semangat sama diri sendiri dan tentunya memikirkan es jeruk beserta jenis-jenis es lainnya. Sumpah ya, panas, terik, gerah enaknya minum es.

Medan perjalanan yang paling aku benci adalah medan berpasir. Hal tersebut membuat kami mengeluarkan tenaga dua kali lipat. Satu kali melangkah diikuti dengan setengah langkah kaki terperosok ke bawah. Ditambah dengan debu yang berterbangan dari langkah pendaki di atas kita. Pengen maki-maki tapi gimana lagi. Muka jadi penuh sama debu, dekil. Upil sama belek pun ikutan menghitam.

Penderitaanku akhirnya berhenti sementara. Ingat ya, hanya sementara. Kami sampai di sabana 2 pada pukul 17.30 WIB dan mulai mendirikan tenda untuk beristirahat.



Pemandangan malam hari di sabana 2 sangat indah, langit sangat cerah, ditaburi banyak bintang, milky way pun terlihat jelas. Langit itu benar-benar membuatku jatuh cinta. Kayaknya langit malam itu jadi langit terindah yang pernah aku lihat. Agak alay sih, tapi beneran. Sayangnya, aku tidak tahan dengan dinginnya di luar tenda. Aku memutuskan untuk masuk tenda dan mencari sarung tangan di carrier. Tapi, setelah aku ingat-ingat ternyata sarung tanganku KETINGGALAN. Huhu, nangis banget. Sumpah ya, padahal udah aku taruh di meja belajar, bisa-bisanya kelupaan. Apa boleh buat, aku kedinginan luar biasa dan berakhir susah tidur. Ditambah lagi, kebelet pipis sepanjang malam. Aku udah membangunkan temanku untuk minta ditemani, tapi katanya, “Males, besok pagi aja lah”. Bayangin aja, semenderita apa aku waktu itu.

Keesokannya kami menikmati sunrise di bukit sabana 2 tentunya setelah aku pipis. Sunrise saat itu begitu cantik, kami melihat seberkas cahaya langsung di hadapan. Eh, jadi teringat kata Fiersa Besari, “Demi segaris kuning di cakrawala, aku rela berkelana”.



Lalu, pukul 07.00 WIB kami memutuskan untuk summit ke Puncak Kentengsongo. Yang bikin kaget, di perjalanan kami menemukan tanaman yang diselimuti es. Waah, bayangin aja sedingin apa malamnya. Pengalaman langka bertemu es itu membuat moodku meningkat. Namun, mood dan semangat itu sedikit demi sedikit mulai terkikis akibat medan pendakian semakin ke puncak semakin tidak ada akhlak. Medannya sangat curam, sehingga sangat begitu melelahkan.

Setelah 1 jam melewati medan yang sangat-sangat mengerikan, akhirnya kami bisa sampai di Puncak Kentengsongo dan tentunya nggak afdol kalau nggak foto-foto juga. Aku sangat bersyukur pendakian 3000+ pertamaku ini berhasil, dan cukup tidak menyangka dengan kenekatanku.



Dari pengalaman ini, pesanku, persiapkan baik dirimu. Mulai dari fisik, peralatan, pengetahuan, mental, dan lain-lain. Karena, dengan persiapan yang matang akan mengurangi risiko bahaya yang mungkin saja tak pernah terbayangkan. Dan juga kamu akan merasa lebih aman dan nyaman dalam perjalanan.

Cukup sekian, cerita petualangan 3000+ pertamaku ini.

Feel free to ask or share your experience 😊.