Gunung Merbabu merupakan gunung berapi yang terletak di tiga kabupaten. Di lereng sisi sebelah barat berada di wilayah Kabupaten Magelang, sementara di lereng sebelah timur berada di wilayah Kabupaten Boyolali, dan lereng sebelah utara berada di wilayah Kabupaten Semarang.
Gunung
dengan ketinggian mencapai 3.145 Mdpl ini menyimpan pesona wisata alam yang
menakjubkan sehingga menjadi salah satu tujuan favorit untuk aktivitas
pendakian.
Ada 3 puncak utama yang bisa dijelajahi di Gunung Merbabu, yaitu Puncak Trianggulasi, Puncak Kentengsongo, dan Puncak Syarif. Juga ada 3 jalur pendakian utama yang bisa digunakan untuk mencapai puncak Gunung Merbabu, yaitu melalui Selo, Cunthel, dan Wekas.
Kali
ini, aku memutuskan untuk melalui jalur Selo. Alasanku memilih jalur ini,
karena kita bisa menyaksikan padang rumput (sabana) yang dipenuhi oleh bunga
Edelweis yang sangat indah.
Merbabu
merupakan gunung 3000+ mdpl pertamaku. Parahnya, aku kurang persiapan dalam
pendakian ini, bukan hanya persiapan fisik saja tapi juga alat-alat pribadi. Mungin mental juga. Jangan ditiru ya
hehe. Tapi syukurnya aja pendakian kali ini berjalan
dengan lancar.
Tanggal 24 Juni 2019, aku bersama dengan 10 teman berangkat dari Salatiga pukul 07.00 WIB. Sedangkan perjalanan menuju basecamp membutuhkan waktu sekitar 1 jam 30 menit. Sebenarnya itu melenceng dari jadwal kami, tapi kami santai dan tidak terlalu buru-buru mengejar waktu. Pada akhirnya, kami memulai pendakian pada pukul 11.00 WIB karena ada sedikit masalah pada saat registrasi.
Awal pendakian masih santai, masih bisa haha hihi sana sini. Tetapi tak lama kemudian, muka berubah pucat, kaki pegal, bahu juga pegal bawa carrier. Karena tidak mempersiapkan fisik sebelumnya, alhasil aku sering kecapaian dan sulit mengendalikan nafas, ditambah lagi dengan medan perjalanan yang cukup mengerikan. Ingin rasanya berhenti tapi tehalang gengsi. Waktu itu yang dipikiranku cuma memberi semangat sama diri sendiri dan tentunya memikirkan es jeruk beserta jenis-jenis es lainnya. Sumpah ya, panas, terik, gerah enaknya minum es.
Medan perjalanan yang paling aku
benci adalah medan berpasir. Hal tersebut membuat kami mengeluarkan tenaga dua
kali lipat. Satu kali melangkah diikuti dengan setengah langkah kaki terperosok
ke bawah. Ditambah dengan debu yang berterbangan dari langkah pendaki di atas
kita. Pengen maki-maki tapi gimana lagi. Muka jadi penuh sama debu, dekil. Upil
sama belek pun ikutan menghitam.
Penderitaanku akhirnya berhenti
sementara. Ingat ya, hanya sementara. Kami sampai di sabana 2 pada pukul 17.30
WIB dan mulai mendirikan tenda untuk beristirahat.
Pemandangan malam hari di sabana 2 sangat indah, langit sangat cerah, ditaburi banyak bintang, milky way pun terlihat jelas. Langit itu benar-benar membuatku jatuh cinta. Kayaknya langit malam itu jadi langit terindah yang pernah aku lihat. Agak alay sih, tapi beneran. Sayangnya, aku tidak tahan dengan dinginnya di luar tenda. Aku memutuskan untuk masuk tenda dan mencari sarung tangan di carrier. Tapi, setelah aku ingat-ingat ternyata sarung tanganku KETINGGALAN. Huhu, nangis banget. Sumpah ya, padahal udah aku taruh di meja belajar, bisa-bisanya kelupaan. Apa boleh buat, aku kedinginan luar biasa dan berakhir susah tidur. Ditambah lagi, kebelet pipis sepanjang malam. Aku udah membangunkan temanku untuk minta ditemani, tapi katanya, “Males, besok pagi aja lah”. Bayangin aja, semenderita apa aku waktu itu.
Keesokannya kami menikmati sunrise di bukit sabana 2 tentunya setelah aku pipis. Sunrise saat itu begitu cantik, kami melihat seberkas cahaya langsung di hadapan. Eh, jadi teringat kata Fiersa Besari, “Demi segaris kuning di cakrawala, aku rela berkelana”.
Lalu, pukul 07.00 WIB kami
memutuskan untuk summit ke Puncak Kentengsongo. Yang bikin kaget, di perjalanan kami menemukan tanaman yang diselimuti es. Waah, bayangin aja sedingin apa malamnya. Pengalaman langka bertemu es itu membuat moodku meningkat. Namun, mood
dan semangat itu sedikit demi sedikit mulai terkikis akibat medan pendakian
semakin ke puncak semakin tidak ada akhlak. Medannya sangat curam, sehingga
sangat begitu melelahkan.
Setelah
1 jam melewati medan yang sangat-sangat mengerikan, akhirnya kami bisa sampai
di Puncak Kentengsongo dan tentunya
nggak afdol kalau nggak foto-foto juga. Aku sangat
bersyukur pendakian 3000+ pertamaku ini berhasil, dan cukup tidak menyangka dengan kenekatanku.
Dari
pengalaman ini, pesanku, persiapkan baik dirimu. Mulai dari fisik, peralatan, pengetahuan,
mental, dan lain-lain. Karena, dengan persiapan yang matang akan mengurangi
risiko bahaya yang mungkin saja tak pernah terbayangkan. Dan juga kamu akan
merasa lebih aman dan nyaman dalam perjalanan.
Cukup sekian, cerita petualangan 3000+ pertamaku ini.
Feel free to ask or share your experience 😊.




No comments:
Post a Comment